BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Manusia
adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya,
hubungan dengan manusia lain tidak lepas dari rasa ingin tahu tentang
lingkungan sekitarnya. Dalam rangka mengetahui gejala di lingkungannya ini
menuntut manusia untuk berkomunikasi. Untuk mewujudkan komunikasi ini harus
membuka diri dan membuka diri orang lain. Sehingga dalam hidup bermasyarakat
dapat mengerti satu sama lain dan mendapatkan informasi yang diinginkan,
seseorang akan terisolasi jika tidak pernah terbuka dengan orang lain. Akibat
keterisolasian ini dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks.
Siswa
merupakan bagian dari masyarakat dituntut dapat terbuka dengan orang lain di
lingkungan dimana siswa berinteraksi. Lingkungan yang dimaksud adalah sekolah.
Karena hampir sebagian waktu siswa, banyak digunakan untuk berinteraksi di
sekolah. Tugas siswa di sekolah yaitu belajar, dengan belajar siswa akan
memperoleh perubahan yang positif dan dapat berkembang secara optimal serta
siap melaksanakan peranannya dimasa yang akan datang.
Dalam berkomunikasi dengan
teman dan lingkungan disekitarnya, siswa pada dasarnya melakukan keterbukaan diri karena akan lebih efektif jika ada keterbukaan
antara siswa dengan teman sebayanya.
Komunikasi ini akan lebih menyenangkan dan lancar apabila individu mempunyai
sikap terbuka dalam menyampaikan pemikirannya. Keterbukaan diri dapat dilakukan
dengan berbagai cara yaitu, dengan cara mengungkapkan ide, gagasan serta
pendapat terhadap informasi kepada orang lain, sebaliknya jika tidak mempunyai sikap terbuka, maka akan mengalami kesulitan dalam pencapaian
komunikasi atau informasi yang diperlukan, bahkan dengan tidak mempunyai sikap
keterbukaan diri yang baik maka siswa akan sulit dikenal lebih dekat oleh orang
lain. Apabila komunikasi tersebut merupakan komunikasi diantara dua orang yang sudah
akrab, maka keterbukaan diri akan berlangsung hingga bisa tersingkapkan bagian-bagian
diri yang terdalam dan mengokohkan keakraban dan membangun kepercayaan. Namun
tidak semua bisa melakukannya karena berbagai alasan, yaitu merasa
takut rahasianya terbongkar, kurang adanya rasa percaya diri
kepada lawan bicara, kurang keberanian, merasa malu dan takut terhadap akibat
yang timbul dikemudian hari. Hal ini akan menyebabkan mereka akan sering
menyendiri dan memendam permasalahannya sendiri bahkan sampai berakibat
terhadap kondisi sakit pada fisiknya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
Uraian yang dikemukakan dalam latar belakang maka rumusan masalah dalam
penelitian adalah :
1.
Bagaimana tingkat keterbukaan diri SMPN 4 Probolinggo
kelas VII?
2.
Bagaimana hubungan keterbukaan diri terhadap siswa SMPN 4 Probolinggo kelas VII terhadap teman sebaya?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun
yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Untuk menjelaskan tingkat keterbukaan diri SMPN 4
Probolinggo
kelas VII terhadap teman sebaya.
2.
Untuk menjelaskan hubungan keterbukaan diri
terhadap
siswa SMPN 4 Probolinggo
kelas VII terhadap teman sebaya.
D.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat
penelitian ini adalah :
1.
Manfaat Praktis
a.
Sebagai bahan masukan tutor bahwa hubungan Teman Sebaya
siswa SMPN 4 Probolinggo
kelas VII dipengaruhi dengan keterbukaan diri.
2.
Manfaat Teoritis
a.
Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang relevan
b.
Sebagai bahan masukan bagi peneliti untuk memperluas
wawasan, pengetahuan, tentang hubungan antara Keterbukaan Diri dengan Teman Sebaya Siswa SMPN 4
Probolinggo kelas VII dengan Teman Sebaya
c.
Sebagai bahan masukan untuk pengembangan dan pembelajaran.
D.
Definisi Operasional
Dalam penelitian yang berjudul “Hubungan
Antara Keterbukaan
Diri
Dengan Teman
Sebaya Siswa SMP kelas VII” terdapat beberapa variabel, yaitu :
1. Keterbukaan Diri
Dalam
kehidupan manusia, keterbukaan diri merupakan alat terpenting untuk
kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya keterbukaan diri maka manusia akan
mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Dengan keterbukaan diri, keakraban
seorang individu dengan individu lainnya dapat semakin erat. Untuk dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai keterbukaan diri, berikut definisi
keterbukaan diri yang dikemukakan oleh para ahli: Johnson (1981) dalam
Supratiknya (1995:14) mengemukakan bahwa pembukaan diri atau keterbukaan diri
adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita
hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang
berguna untuk memahami tanggapan kita dimasa kini tersebut. Devito (2011: 64)
mengemukakan bahwa keterbukaan diri adalah jenis komunikasi dimana kita
mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita
sembunyikan. Daddy Mulyana (2000: 12) mengemukakan bahwa keterbukaan diri dapat
diartikan memberikan informasi tentang diri. Wrightsman (dalam Dayaksini, 2009:
81) menjelaskan bahwa keterbukaan diri adalah proses keterbukaan diri yang
diwujudkan dengan berbagi perasaan dan informasi kepada orang lain. Senada
dengan pendapat Liliweri (1997: 56) bahwa derajat keterbukaan mempunyai
pengaruh untuk mengubah pikiran, perasaan, maupun perilaku orang lain. Menurut
Morton (dalam Dayaksini 2009: 81) mengemukakan bahwa keterbukaan diri merupakan
kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi
dalam keterbukaan diri bersifat deskriptif dan evaluatif. Deskriptif artinya
individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin untuk
diketahui oleh orang lain, misalnya seperti pekerjaan, alamat, dan usia.
Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan perasaan pribadinya lebih
mendalam kepada orang lain, misalnya seperti tipe orang yang disukai, hal-hal
yang disukai maupun hal-hal yang tidak disukainya. Kedalaman dalam sikap
terbuka tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi.
Situasi yang menyenangkan dan perasaan aman dapat membangkitkan seorang untuk
lebih membuka diri. Selain itu adanya rasa percaya dan timbal balik dari lawan
bicara menjadikan seseorang cenderung memberikan reaksi yang sepadan (Raven dan
Rubin dalam Dayaksini, 2009: 82). Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di
atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keterbukaan diri adalah suatu
tindakan sengaja atau rela untuk mengungkapkan atau menceritakan informasi,
pendapat, keyakinan, perasaan, pengalaman atau bahkan masalah yang dijaga atau
dirahasiakan untuk diungkapkan kepada orang lain secara apa adanya sehingga
pihak lain memahaminya.
2.
Teman Sebaya
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat
atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Santrock (2007:55)
mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki
usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Dari beberapa
pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan
individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta
melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
- Teman Sebaya
Dalam
kamus besar bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat
atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Santrock (2007:55)
mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki
usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Dari beberapa
pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan
individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta
melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya.
Teman sebaya
ialah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang
kurang lebih sama yang saling berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya yang berusia
sama dan memiliki peran yang unik dalam budaya atau kebiasaannya. (John w.
santrock, Remaja, Hal. 55)
Percepatan perkembangan pada masa remaja berhubungan dengan pematangan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa remaja biasanya seorang anak sudah mampu menjalankan hubungan yang erat dengan teman sebayanya. Seiring dengan hal itu juga timbul kelompok anak-anak yang bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas pada kelompok anak sebelum masa remaja adalah bahwa kelompok tadi terdiri dari jenis kelamin yang sama. Persamaan kelamin yang sama ini dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan juga berhubungan dengan perasaan identifikasi untuk mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa remaja ini, anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai macam kegiatan.
Percepatan perkembangan pada masa remaja berhubungan dengan pematangan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa remaja biasanya seorang anak sudah mampu menjalankan hubungan yang erat dengan teman sebayanya. Seiring dengan hal itu juga timbul kelompok anak-anak yang bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas pada kelompok anak sebelum masa remaja adalah bahwa kelompok tadi terdiri dari jenis kelamin yang sama. Persamaan kelamin yang sama ini dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan juga berhubungan dengan perasaan identifikasi untuk mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa remaja ini, anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai macam kegiatan.
Peran Teman Sebaya Terhadap
Perkembangan Siswa
Siswa memiliki kebutuhan yang kuat untuk
disukai dan diterima oleh teman sebayanya. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan
sebaliknya merasa tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh
teman-teman sebayanya. Bagi kebanyakan siswa, pandangan teman sebaya terhadap dirinya merupakan hal yang paling
penting. Teman sebaya merupakan anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau
tingkat kematangan yang kurang lebih sama. interaksi diantara teman sebaya yang
berusia sama sangat berperan penting dalam perkembangan sosial. Pertemanan berdasarkan
tingkat usia dengan sendirinya akan terjadi meskipun sekolah tidak menerapkan
sistem usia. Siswa dibiarkan untuk menentukan sendiri komposisi
masyarakat mereka. Bagaimanapun, seseorang dapat belajar menjadi petarung yang
baik hanya jika diantara teman yang seusianya. Salah satu fungsi terpenting
dari teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar
keluarga. Siswa memperoleh
umpan balik mengenai kemampuannya dari teman-teman sebayanya. Dan siswa mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih
baik. (Jhon W. Santrock, Remaja, 2007, hal 55).
Hubungan yang
baik dengan teman sebaya perlu agar perkembangan sosialnya berjalan normal.
Hubungan dengan teman sebaya dapat bersifat negatif atau positif.
Piaget dan Sullivan menekankan bahwa hubungan dengan teman sebaya memberikan konteks bagi remaja untuk mempelajari modus hubungan timbal balik yang simetris.
Hartup menyatakan bahwa hubungan dengan teman sebaya bersifat kompleks dan dapat bervariasi tergantung pada bagaimana pengukurannya, perumusan hasilnya, dan garis perkembangannya.
Piaget dan Sullivan menekankan bahwa hubungan dengan teman sebaya memberikan konteks bagi remaja untuk mempelajari modus hubungan timbal balik yang simetris.
Hartup menyatakan bahwa hubungan dengan teman sebaya bersifat kompleks dan dapat bervariasi tergantung pada bagaimana pengukurannya, perumusan hasilnya, dan garis perkembangannya.
Kebutuhan siswa terhadap hubungan dengan teman sebaya sangatlah
penting untuk perkembangan sosialnya. Maka jika ada keterbatasan hubungan
dengan teman sebayanya akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak
tersebut, misalnya orang tua yang membatasi anaknya secara berlebihan untuk
tidak berhubungan dengan teman sebayanya, hal ini akan berpengaruh pada
perkembangan selanjutnya, yaitu ketika si anak terjun ke dalam masyarakat.
Sehingga ia sulit untuk bersosialisasi di masyarakat. (Jhon W. Santrock,
Remaja, 2007, hal 57- 58).
Seorang siswa cenderung memiliki keanggotaan yang lebih luas.
Dengan kata lain, tetangga atau teman-temannya seringkali menjadi anggota
kelompoknya. Biasanya kelompoknya lebih hiterogen daripada berkelompok dengan
teman sebayanya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung
memiliki suatu campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi
yang semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan
kohesif yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma tertentu. Namun
hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya. Karena pada masa ini, dia
lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok daripada pola pribadinya.
Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma kelompok membuatnyua sulit untuk
membentuk keyakinan diri.
B.
Self
Disclosure ( Keterbukaan diri)
Dalam
kehidupan manusia, keterbukaan diri merupakan alat terpenting untuk
kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya keterbukaan diri maka manusia akan
mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Dengan keterbukaan diri, keakraban
seorang individu dengan individu lainnya dapat semakin erat. Untuk dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai keterbukaan diri, berikut definisi
keterbukaan diri yang dikemukakan oleh para ahli: Johnson (1981) dalam
Supratiknya (1995:14) mengemukakan bahwa pembukaan diri atau keterbukaan diri
adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang
kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang
berguna untuk memahami tanggapan kita dimasa kini tersebut. Devito (2011: 64)
mengemukakan bahwa keterbukaan diri adalah jenis komunikasi dimana kita
mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan.
Daddy Mulyana (2000: 12) mengemukakan bahwa keterbukaan diri dapat diartikan
memberikan informasi tentang diri. Wrightsman (dalam Dayaksini, 2009: 81)
menjelaskan bahwa keterbukaan diri adalah proses keterbukaan diri yang
diwujudkan dengan berbagi perasaan dan informasi kepada orang lain. Senada
dengan pendapat Liliweri (1997: 56) bahwa derajat keterbukaan mempunyai
pengaruh untuk mengubah pikiran, perasaan, maupun perilaku orang lain. Menurut
Morton (dalam Dayaksini 2009: 81) mengemukakan bahwa keterbukaan diri merupakan
kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi
dalam keterbukaan diri bersifat deskriptif dan evaluatif. Deskriptif artinya
individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin untuk
diketahui oleh orang lain, misalnya seperti pekerjaan, alamat, dan usia.
Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan perasaan pribadinya lebih
mendalam kepada orang lain, misalnya seperti tipe orang yang disukai, hal-hal
yang disukai maupun hal-hal yang tidak disukainya. Kedalaman dalam sikap
terbuka tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi.
Situasi yang menyenangkan dan perasaan aman dapat membangkitkan seorang untuk
lebih membuka diri. Selain itu adanya rasa percaya dan timbal balik dari lawan
bicara menjadikan seseorang cenderung memberikan reaksi yang sepadan (Raven dan
Rubin dalam Dayaksini, 2009: 82). Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di
atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keterbukaan diri adalah suatu tindakan
sengaja atau rela untuk mengungkapkan atau menceritakan informasi, pendapat,
keyakinan, perasaan, pengalaman atau bahkan masalah yang dijaga atau
dirahasiakan untuk diungkapkan kepada orang lain secara apa adanya sehingga
pihak lain memahaminya.
Sementara
Alman dan Taylor mengemukakan suatu model perkembangan hubungan dengan
pengungkapan diri sebagai media utamanya. Proses untuk mencapai keakraban
hubungan antar pribadi disebut dengan istilah penetrasi sosial. Penetrasi
sosial ini terjadi dalam dua dimensi utama yaitu keluasan dan kedalaman.
Dimensi keluasan yaitu dimana seseorang dapat berkomunikasi dengan siapa saja
baik orang asing atau dengan teman dekat. Sedangkan dimensi kedalaman dimana
seseorang berkomunikasi dengan orang dekat, yang diawali dan perkembangan
hubungan yang dangkal sampai hubungan yang sangat akrab, atau mengungkapkan
hal-hal yang bersifat pribadi tentang dirinya. Pada umumnya ketika berhubungan
dengan orang asing pengungkapan diri sedikit mendalam dan rentang sempit (topik
pembicaraan sedikit). Sedangkan perkenalan biasa, pengungkapan diri lebih
mendalam dan rentang lebih luas. Sementara hubungan dengan teman dekat ditandai
adanya pengungkapan diri yang mendalam dan rentangnya terluas (topik
pembicaraan semakin banyak)
1.
Fungsi pengungkapan diri.
Menurut Derlega dan Grzelak (dalam
Sears, dkk., 1988) ada lima fungsi pengungkapan diri, yaitu :
a.
Ekspresi
(expression)
Dalam kehidupan ini kadang-kadang
manusia mengalami suatu kekecewaan atau kekesalan, baik itu yang menyangkut
pekerjaan ataupun yang lainnya. Untuk membuang semua kekesalan ini biasanya
akan merasa senang bila bercerita pada seorang teman yang sudah dipercaya.
Dengan pengungkapan diri semacam ini manusia mendapat kesempatan untuk
mengekspresikan perasaan kita.
b.
Penjernihan diri (self-clarification)
Dengan saling berbagi rasa serta
menceritakan perasaan dan masalah yang sedang dihadapi kepada orang lain,
manusia berharap agar dapat memperoleh penjelasan dan pemahaman orang lain akan
masalah yang dihadapi sehingga pikiran akan menjadi lebih jernih dan dapat
melihat duduk persoalannya dengan lebih baik.
c.
Keabsahan sosial (sosial validation)
Setelah selesai membicarakan masalah
yang sedang dihadapi, biasanya pendengar akan memberikan tanggapan mengenai
permasalahan tersebut Sehingga dengan demikian, akan mendapatkan suatu
informasi yang bermanfaat tentang kebenaran akan pandangan kita. Kita dapat
memperoleh dukungan atau sebaliknya.
d.
Kendali sosial (social control)
Seseorang dapat mengemukakan atau
menyembunyikan informasi tentang keadaan dirinya yang dimaksudkan untuk
mengadakan kontrol sosial, misalnya orang akan mengatakan sesuatu yang dapat
menimbulkan kesan baik tentang dirinya.
e.
Perkembangan hubungan (relationship development).
Saling berbagi rasa dan informasi
tentang diri kita kepada orang lain serta saling mempercayai merupakan saran
yang paling penting dalam usaha merintis suatu hubungan sehingga akan semakin
meningkatkan derajat keakraban.
2.
Pedoman dalam Pengungkapan Diri
Pengungkapan diri kadang-kadang
menimbulkan bahaya, seperti resiko adanya penolakan atau dicemooh orang lain,
bahkan dapat menimbulkan kerugian material. Untuk itu, kita harus mempelajari
secara cermat konsekuensi-konsekuensinya sebelum memutuskan untuk melakukan
pengungkapan diri. Menurut Devito (1992) hal-hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pengungkapan diri adalah sebagai berikut:
a.
Motivasi melakukan pengungkapan diri
Pengungkapan diri haruslah didorong
oleh rasa berkepentingan terhadap hubungan dengan orang lain dan diri sendiri.
Sebab pengungkapan diri tidak hanya bersangkutan dengan diri kita saja tetapi
juga bersangkutan dengan orang lain. Kadang-kadang keterbukaan yang kita
ungkapkan dapat saja melukai perasaan orang lain.
b.
Kesesuaian dalam pengungkapan diri.
Dalam melakukan pengungkapan diri haruslah
disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Pengungkapan diri haruslah dilakukan
pada waktu dan tempat yang tepat. Misalnya bila kita ingin mengungkapkan
sesuatu pada orang lain maka kita haruslah bisa melihat apakah waktu dan
tempatnya sudah tepat.
c.
Timbal balik dan orang lain.
Selama melakukan pengungkapan diri,
berikan lawan bicara kesempatan untuk melakukan pengungkapan dirinya sendiri.
Jika lawan bicara kita tidak melakukan pengungkapan diri juga, maka ada
kemungkinan bahwa orang, tersebut tidak menyukai keterbukaan yang kita lakukan.
- Hubungan Keterbukaan Diri dengan Teman Sebaya
Siswa memerlukan teman dalam kehidupan disekolah,rumah dan lingkungan
sekitarnya. Lebih khususnya dilingkungan sekolah. Di sekolah siswa dapat
memiliki banyak teman dibandingkan tempat lain. Namun untuk memiliki teman
siswa harus dapat berkomunikasi. Komunikasi memerlukan keterbukaan diri untuk
memulai suatu proses perkenalan. Mulai dari terbuka secara umum maupun secara
pribadi. Namun ada
beberapa hal yang tentunya tidak dapat dibuka kepada sembarang teman. Karena
tidak semua teman dapat menjaga rahasia. Keterbukaan diri sangat penting bagi kehidupan
sehari-hari agar individu dapat berkembang optimal sesuai dengan tugas
perkembangan masing-maisng. Agar perkembangan optimal maka individu (siswa)
harus memenuhi tugas perkembangan dengan baik dan sejajar. Dalam membuka diri agar merasa bahagia
kita membutuhkan pendapat dan tanggapan dari teman sebaya sehingga dapat
memperbaiki apa yang buruk di dalam perilaku kita karena untuk menunjukkan
bahwa diri kita normal dan sehat. Selain itu, menumbuhkan keterbukaan diri dengan teman sebaya
sangatlah penting sehingga hubungan teman akan menjadi lebih akrab.
Keterbukaan diri antar teman sebaya yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pertukaran informasi antara individu yang
saling tatap muka dengan dua orang atau lebih, baik verbal maupun non verbal
yang ditanggapi oleh kawan seumuran dengan mempunyai tujuan dan keinginan yang
sama. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterbukaan diri
dengan teman sebaya adalah kegiatan berbagi informasi tentang suatu pernyataan
apa yang disangka, dikira tentang sesuatu (orang, peristiwa) yang tidak
didasarkan fakta pembuktian, akan tetapi berdasar pada apa yang dilihatnya
seperti benar atau mungkin kepada kawan seumuran secara terbuka dengan
mempunyai tujuan dan keinginan yang sama.
Jadi dengan keterbukaan diri kita dapat mengenal seseorang lebih dekat dan
kita dapat mengetahui teman seperti apa yang kita perlukan untuk dapat dipercaya.
D.
Medel Keterbukaan Diri ( Self Disclosure)
Tingkat
keterbukaan diuangkapkan dengan model Johari Window. Dalam Johari Window
diuangkapkan , di dalam diri manusia terdapat empat sel/jendela/bagian. Setiap
sel mewakili bagian diri yang berbeda. Keempat sel itu adalah open self, blind
self, hidden self dan unknown self. Model ini menekankan bahwa jendela yang
satu tidak terpisah dengan yang lain. Jika pada satu sel terjadi pembesaran,
maka sel yang lain akan mengecil.
1.
Open self merupakan bagian diri dimana informasi, perilaku,
sifat, perasaan, keinginan, motif, ide dll. diketahui dengan baik, baik oleh
diri kita sendiri maupun orang lain. Beberapa contoh informasi yang termasuk
dalam bagian ini antara lain agama, jenis kelamin, warna kulit, ras, nama, hobi,
status social, sikap terhadap politik dll.
2.
Blind self adalah bagian yang menyajikan hal-hal tentang
diri individu itu sendiri yang diketahui oleh orang lain tetapi diri individu
itu sendiri tidak tahu. Ada orang lain yang hidungnya memerah ketika malu, atau
ada pula yang tidak menyadari dirinya selalu mengucapkan kata-kata, … gitu…gitu
ketika berkomunikasi.
3.
Hidden self merupakan bagian diri yang menyajikan tentang
hal-hal yang diketahui oleh diri individu itu sendiri tetapi tidak diketahui
oleh orang lain, yang disimpan hanya untuk diri sendiri. Hal-hal itu misalnya
(tidak mutlak) kondisi keuangan yang buruk, rahasia sukses, masalah keluarga,
masalah pribadi, kehidupan seks, kecemasan, rasa takut terhadap sesuatu dll.
4.
Unkonw self merupakan bagian diri yang tidak diketahui baik
oleh diri sendiri maupun orang lain. Sulit untuk mengetahui bagian ini, tapi
kita harus sadar bahwa bagian ini memang ada dan nyata di dalam diri ini.
Untuk meningkatkan mutu komunikasi, maka bagian open self perlu diperbesar dan bagian blind self perlu diperkecil. Hal ini dikarenakan memperbesar open self dapat meningkatkan kualitas komunikasi dan bagian blind self dapat menurunkan kualitas komunikasi.
Untuk meningkatkan mutu komunikasi, maka bagian open self perlu diperbesar dan bagian blind self perlu diperkecil. Hal ini dikarenakan memperbesar open self dapat meningkatkan kualitas komunikasi dan bagian blind self dapat menurunkan kualitas komunikasi.
E.
Karakteristik Keterbukaan Diri dalam Antar Teman
Sebaya
Luft dalam Mulyana
(2000: 19) menggambarkan beberapa ciri keterbukaan diri yang tepat. Lima ciri
terpenting adalah sebagai berikut:
1.
Merupakan fungsi dari suatu hubungan sedang berlangsung;
2.
Dilakukan oleh kedua belah pihak;
3.
Disesuaikan dengan keadaan yang berlangsung;
4.
Berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini pada dan antara
orang-orang yang terlibat;
5.
Ada peningkatan dalam penyingkapan, sedikit demi sedikit.
Pada saat berinteraksi dengan orang lain dibutuhkan adanya sikap saling terbuka
agar terjadi komunikasi yang efektif. Tetapi tidak setiap orang dapat terbuka
dengan lawan bicaranya.
Menurut
Brook dan Emmert (1997) dalam Rakhmat (2009: 136-137) menjelaskan karakteristik
orang yang bersikap terbuka dikontraskan dengan orang yang bersikap tertutup
(dogmatis) yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Sikap
Terbuka :
a.
Menilai pesan secara objektif dengan menggunakan data
dan keajegan logika.
b.
Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dsb.
c.
Berorientasi pada isi.
d.
Mencari informasi dari beberapa sumber.
e.
Lebih bersifat profesional dan bersedia mengubah
kepercayaannya.
f.
Mencari
pengertian yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaan.
2. Sikap
Tertutup :
a. Menilai
pesan berdasarkan motif-motif pribadi.
b. Berpikir
simplistis, artinya berpikir hitam-putih (tanpa nuansa).
c. Bersandar
lebih banyak pada sumber pesan daripada isi pesan.
d. Mencari
informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber sendiri, bukan dari sumber
kepercayaan orang lain.
e. Secara kaku mempertahankan dan memegang teguh
sistem kepercayaan.
f. Menolak,
mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem
kepercayaannya.
Berdasarkan
karakteristik orang yang bersikap terbuka dan tertutup pada penjelasan di atas,
maka yang dimaksudkan dari karakateristik orang yang bersikap terbuka sebagai
berikut:
a. Menilai
pesan secara objektif dengan menggunakan data dan logika.
Orang
yang bersikap terbuka dapat menilai pesan yang diterima secara logis (dapat
diterima oleh akal) dan menilai pesan atau informasi yang diterima secara
objektif atau tidak berdasarkan argumentasinya sendiri.
b. Mampu
membedakan dengan mudah dan melihat nuansa.
Orang
yang bersikap terbuka memiliki kemampuan untuk melihat perbedaan dari informasi
atau pesan yang disampaikan kepadanya, tidak langsung menyalahkan atau
membenarkan informasi yang diterima tetapi diselidiki dahulu informasi tersbut.
Orang yang bersikap terbuka bisa memahami situasi dan kondisi yang tepat bagi
mereka untuk membuka diri pada orang lain.
c. Berorientasi
pada isi.
Bagi
orang yang bersikap terbuka akan melihat informasi yang diberikan mengenai
“apa” yang diinformasikan, daripada “siapa” yang menyampaikan atau
menginformasikan hal tersebut.
d. Berusaha
mencari informasi dari berbagai sumber.
Orang
yang terbuka akan menerima saran dan kritik dari orang lain untuk memperbaiki
kekurangan dalam dirinya. Selain itu ia juga akan mencari informasi dari
sumber-sumber yang lain sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan
dan membantu menyelesaikan masalahnya.
e. Lebih
bersifat provisional dan bersedia mengubah keyakinan.
Orang
yang bersikap terbuka tidak akan bersikeras atau kaku terhadap apa yang
dianggapnya benar. Ia akan bersedia mengubah pendapat atau keyakinannya jika
memang tidak sesuai dengan nilai atau kebenaran. Bersifat provisional berarti
seseorang bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah
posisi jika keadaan mengharuskan.
f. Mencari
pengertian pesan yang tidak sesuai dengan kepercayaan.
Orang
yang bersikap terbuka akan menerima masukan atau pendapat dari orang lain untuk
menemukan kebenaran. Selain itu apabila ia menemukan benturan terhadap apa yang
diyakini, orang yang bersikap terbuka akan dapat menerima hal tersebut.
Sedangkan
penjelasan tentang karakteristik orang yang bersikap tertutup atau dogamtis
sebagai berikut:
a.
Menilai pesan berdasarkan motif-motif pribadi
Orang
yang mempunyai sikap dogmatis menilai pesan berdasarkan desakan dari dalam
dirinya. Rokeach (dalam Rakhmat, 2007: 137) mengemukakan desakan tersebut
antara lain kebiasaan, kepercayaan, petunjuk perseptual, motif ego irasional,
hasrat berkuasa dan kebutuhan untuk membesarkan diri.
b.
Berpikir simplistis, artinya berpikir hitam-putih.
Orang
yang bersikap dogmatis hanya memandang sesuatu dari benar dan salah saja, tidak
ada setengah benar atau setengah salah sehingga tidak mau tahu dengan kondisi
yang melatarbelakangi suatu hal.
c.
Bersandar lebih banyak pada sumber pesan daripada isi
pesan.
Orang
yang bersikap tertutup melihat pesan berdasarkan siapa orang yang menyampaikan,
tidak melihat dari isi pesan yang disampaikan.
d.
Mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari
sumbernya sendiri, bukan dari sumber kepercayaan orang lain.
Orang
yang mempunyai sikap dogmatis hanya mempercayai sumber mereka sendiri. Mereka
tidak akan meneliti tentang sesuatu atau orang lain dari sumber yang lain.
e.
Secara kaku mempertahankan dan memegang teguh sistem
kepercayaannya.
Orang
dogmatis menerima kepercayaannya secara mutlak, yakni memegang teguh dan
mempertahankan setiap jengkal dari wilayah kepercayaannya sampai titik
penghabisan.
f.
Menolak, mengabaikan, mendistorsi, dan menolak pesan
yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaanya.
Orang
dogmatis tidak tahan hidup dalam suasana inkonsisten. Ia menghindari
kontradiksi atau benturan gagasan. Informasi yang tidak konsisten dengan
desakan dari dalam dirinya akan ditolak, didistorsi, atau tidak dihiraukan sama
sekali.
Keterbukaan
diri yang baik pada individu tidak hanya dilakukan oleh satu pihak atau dari
satu sisi saja, namun harus ada saling memberikan dan menerima keterbukaan,
sesuai dengan pendapat Johnson (dalam Supratiknya, 1995: 14) berpendapat bahwa
pembukaan diri memiliki dua sisi yaitu bersikap terbuka kepada yang lain dan
bersikap terbuka bagi yang lain. Gambaran dari karakteristik keterbukaan diri
dari dua sisi ialah:
1.
Terbuka kepada orang
lain Orang yang dapat terbuka kepada orang lain cenderung lebih dulu
menyadari dirinya sendiri dalam arti memahami siapa dirinya dan seperti apa
dirinya. Menyadari diri sendiri ditunjukkan dengan penerimaan terhadap diri
sendiri, yaitu jujur dalam menerima semua kekuatan dan kemampuan yang dimiliki
serta tentu saja menerima kekurangan yang dimiliki dengan bersikap jujur,
autentik, dan tulus dalam pembukakan diri.
Penerimaan
terhadap diri sendiri mendorong seseorang untuk dapat mempercayai bahwa orang
lain mau menerima dan mendukung dirinya, bekerja sama dengan dirinya, serta
bersikap terbuka dengan dirinya. Seseorang yang terbuka kepada orang lain dapat
membagikan aneka gagasan dan perasaan yang dimiliki serta membiarkan orang lain
mengetahui siapa dirinya.
2.
Terbuka bagi yang lain
Terbuka bagi yang
lain mempunyai arti bahwa seseorang mau mendengarkan dan memperhatikan apa yang
disampaikan orang lain. Sikap tersebut diawali dengan menyadari orang lain
terlebih dahulu, memahami siapa dan seperti apa diri orang lain tersebut.
Seseorang menerima orang lain dengan cara menyadari aneka kekuatan dan
kemampuan serta kekurangan yang dimiliki orang lain sehingga orang lain percaya
pada dirinya karena orang lain merasa bahwa ada yang mau menerima dan
mendukungnya. Dampaknya orang lain mau bekerja sama dan bersedia membuka diri
sehingga dapat menunjukkan perhatian pada aneka gagasan dan perasaan orang
lain. Penelitian ini mengadaptasi dan memodifikasi dari pendapat Rakhmat dan
Johnson tentang karakteristik keterbukaan diri yang dalam penelitian ini
dikaitkan dalam komunikasi antar teman sebaya sehingga menjadi karakteristik
keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya. Karakteristik keterbukaan
diri yang diangkat dalam penelitian ini adalah bersikap objektif, bersikap
profesional, memahami diri sendiri, memahami orang lain, menerapkan sikap
percaya dan menerapkan sikap terbuka. Karakteristik keterbukaan diri dalam
komunikasi antar teman sebaya ini sebagai indikator dalam penelitian ini.
F.
Faktor-faktor Keterbukaan Diri DenganTeman
Sebaya
Menurut
Devito dalam Sugiyo (2005: 14) keterbukaan adalah antara komunikator dengan
komunikan harus saling terbuka, selain itu merespon secara spontan dan tanpa
alasan terhadap komunikasi yang sedang berlangsung termasuk mengandung unsur
terbuka. Oleh karena itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dapat
terbuka. Devito (2011: 65-67) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi keterbukaan diri antara lain: efek diadik, besar kelompok, topik,
valensi, gender, penerima hubungan dan kepribadian. Adapun penjelasan dari
faktor-faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri adalah sebagai berikut:
1.
Efek diadik
Individu akan
melakukan keterbukaan diri bila orang yang bersamanya juga melakukan
keterbukaan diri. Hal ini dikarenakan efek diadik membuat seseorang merasa aman
dan dapat memperkuat seseorang untuk melakukan keterbukaan diri.
2. Besar
Kelompok
Keterbukaan diri
dianggap lebih efektif bila berada dalam situasi kelompok kecil dibandingkan
kelompok besar, karena dalam kelompok kecil interaksi anggota kelompok lebih
mudah dan cepat mendapat respon ataupun umpan balik dari orang lain.
3. Topik
Individu
cenderung terbuka tentang informasi mengenai hobi atau pekerjaan dari pada
tentang keadaan ekonomi dan kehidupan keluarga. Umumnya topik yang bersifat
pribadi dan informasi yang kurang baik akan menimbulkan kemungkinan kecil
individu terbuka.
4. Gender
atau Jenis Kelamin
Keterbukaan diri
cenderung dimiliki oleh wanita dari pada pria. Wanita lebih senang lekas
membagikan informasi tentang dirinya ataupun orang lain. Sebaliknya pria lebih
senang diam atau memendam sendiri permasalahannya dari pada membeberkan kepada
orang lain.
5. Kompetensi
Keterbukaan
dianggap berhasil apabila seseorang memahami betul terhadap apa yang
diinformasikan, baik positif maupun negatifnya karena hal itu sangat menentukan
dalam perkembangan selanjutnya.
6. Penerima
Hubungan
Keterbukaan diri
dianggap berhasil bila ada umpan balik dari pendengar informasi. Pria cenderung
lebih terbuka kepada teman-temannya dari pada kepada orang tuanya karena merasa
memiliki satu tujuan. Sebaliknya wanita lebih suka terbuka kepada orang tuanya
atau teman prianya karena dianggap mampu memberikan perlindungan.
7. Kepribadian
Individu dengan
kepribadian ekstrovert dan nyaman dalam berkomunikasi lebih banyak
melakukan keterbukaan diri dari pada individu dengan kepribadian introvert dan
kurang berani dalam berbicara.
Individu
cenderung terbuka tentang informasi mengenai hobi atau pekerjaan dari pada
tentang keadaan ekonomi dan kehidupan keluarga. Umumnya topik yang bersifat
pribadi dan informasi yang kurang baik akan menimbulkan kemungkinan kecil
individu terbuka.
8. Gender
atau Jenis Kelamin
Keterbukaan diri
cenderung dimiliki oleh wanita dari pada pria. Wanita lebih senang lekas
membagikan informasi tentang dirinya ataupun orang lain. Sebaliknya pria lebih
senang diam atau memendam sendiri permasalahannya dari pada membeberkan kepada
orang lain.
9. Kompetensi
Keterbukaan
dianggap berhasil apabila seseorang memahami betul terhadap apa yang diinformasikan,
baik positif maupun negatifnya karena hal itu sangat menentukan dalam
perkembangan selanjutnya.
10. Penerima
Hubungan
Keterbukaan diri
dianggap berhasil bila ada umpan balik dari pendengar informasi. Pria cenderung
lebih terbuka kepada teman-temannya dari pada kepada orang tuanya karena merasa
memiliki satu tujuan. Sebaliknya wanita lebih suka terbuka kepada orang tuanya
atau teman prianya karena dianggap mampu memberikan perlindungan.
11. Kepribadian
Individu dengan
kepribadian ekstrovert dan nyaman dalam berkomunikasi lebih banyak
melakukan keterbukaan diri dari pada individu dengan kepribadian introvert dan
kurang berani dalam berbicara.
Pada taraf ini
masing-masing individu sudah berani mengungkapkan perasaanya dan sudah berani
untuk bersikap jujur, terbuka terhadap lawan bicaranya, dan berani menanggung
resiko bila kelemahan dan kelebihannya diketahui orang lain. Isi pembicaraannya
biasanya mengenai masalah yang dialami masing-masing individu atau salah satu
individu yang diceritakan pada lawan bicaranya, sehingga hubungan individu
semakin akrab.
12. Taraf
Pertama adalah hubungan puncak
Pada taraf ini
komunikasi ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, dan saling percaya dintara
kedua belah pihak. Tidak ada lagi ganjalan rasa takut dan cemas diantara maisng-masing.
Individu bebas mengungkapkan perasaannya, dan biasanya antar individu ini
memiliki kesamaan dalam banyak hal.
G.
Manfaat Keterbukaan Diri dengan Teman Sebaya
Keterbukaan
diri dengan teman sebaya memiliki peranan penting karena dalam hal ini keterbukaan
diri dengan teman sebaya dapat mengungkapkan apa yang diinginkan masing-masing
individu. Menurut Sugiyo (2005: 89-90) manfaat keterbukaan diri yaitu informasi
tentang diri sendiri, kemampuan untuk mengatasi masalah, komunikasi efektif,
hubungan penuh makna, dan kesehatan mental. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1.
Informasi tentang diri sendiri
Dengan
terbuka pada orang lain kita mendapat perspektif baru tentang diri kita, lebih
memahami perilaku kita. Atau dapat juga digunakan untuk menyanyakan pada diri
kita sendiri, misalnya “Siapa saya”, jawaban terhadap pertanyaan tersebut
memberikan dampak pada kita semakin mengerti tentang diri kita.
2.
Kemampuan untuk
mengatasi masalah
Salah
satu ketakutan yang terbesar adalah terbongkarnya masa lalu kita yang kelam,
tetapi dengan keterbukaan perasaan-perasaan seperti itu dan mendapat dukungan
maka akan membantu kita mengatasi masalah tersebut. Kita menerima diri kita
melalui cara pandang orang lain terhadap kita, jika kita merasa orang lain akan
menolak kita maka kita akan menolak diri kita juga.
3.
Komunikasi efektif
Dengan
adanya keterbukaan diantara orang yang berkomunikasi maka kita akan lebih
memahami apa yang dimaksud dalam pembicaraan. Disamping itu komunikasi akan
menjadi efektif apabila orang yang berkomunikasi sudah saling mengenal dengan
baik.
4.
Hubungan penuh makna
Dengan
keterbukaan kita percaya pada orang lain, menghargai mereka, peduli dengan
mereka. Hal ini akan berbalik pada kita, orang lain pun akan demikian dengan
kita. Penelitian oleh Tracy Schmidt & Randalph Cornelius dalam De Vito
(1989) dalam menemukan bahwa keterbukaan membawa pada hubungan yang bermakna.
5.
Kesehatan mental
Penelitian
oleh James Pennecbacker dalam de Vito (1989) dalam (Sugiyo: 2005: 90)
menggambarkan bahwa orang yang terbuka akan terhindar dari penyakit yang
disebabkan oleh stres, hal ini sejalan dengan suatu pendapat orang yang
mempunyai masalah kemudian menceritakan pada teman akrabnya (proses katarsis)
maka orang tersebut ak an merasa
lega dan merasa semua persoalan yang dihadapi sudah terpecahkan dan pada
gilirannya merasa lega serta menjadi lebih rileks dalam menghadapi kehidupan.
Penelitian
menunjukkan bahwa keterbukaan diri sangatlah penting. Hal ini didasarkan pada
pendapat Johnson yang mengatakan bahwa: Keterbukaan diri yang dilakukan secara
tepat merupakan indikasi dari kesehatan mental seseorang. Penelitian
menunjukkan bahwa individu yang mempu terbuka secara tepat terbukti lebih mampu
menyesuaikan diri, lebih percaya diri, lebih kompeten, ekstrovert, dapat
diandalkan, lebih mampu bersikap positif dan percaya pada orang lain, lebih
objektif, dan mengeluarkan pendapatnya. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa manfaat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya
adalah agar individu dapat memberikan informasi tentang dirinya, seperti
pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, sikap, perilaku,
keinginan, motivasi, ide, dan sebagainya. Informasi yang telah disampaikan
dapat menciptakan hubungan mendalam yang penuh makna sehingga dapat
meningkatakan pemahaman tentang diri sendiri juga pemahaman tentang orang lain.
Melalui pemahaman diri dan pemahaman terhadap orang lain tersebut, maka akan
tercipta komunikasi yang efektif antara komunikator dan komunikan. Dalam
penelitian ini yang dimaksud adalah komunikasi yang efektif antar teman sebaya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian ex-post
facto, karena dalam penelitian ini tidak dibuat perlakuan/manipulasi
terhadap variabel-variabelnya, tetapi hanya mengungkap fakta berdasarkan gejala
yang telah ada pada diri responden. Analisis dalam penelitian ini menggunakan
analisis statistik yaitu menggunakan angka-angka untuk menyimpulkan hasil penelitian.
B.
Waktu dan Lokasi
Penelitian
a.Tempat Penelitian
Pemilihan dan penetapan lokasi
penelitian ini adalah di SMP NEGERI 4
PROBOLINGGO. Adapun pemilihan lokasi tersebut dengan
alasan sebagai berikut:
1)
Adanya relevansi
masalah yang akan diteliti di SMP tersebut.
2)
Lokasi relatif dekat dengan domisili peneliti, sehingga mudah
dijangkau dan bisa lebih efisien (waktu dan biaya).
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan
kurang lebih selama 2 minggu mulai tanggal 5 November 2014 sampai tanggal 19
November 2014 di SMP NEGEERI 4
PROBOLINGGO.
C.
Populasi Dan Sampel
1.
Populasi
Margono (2000: 121)
menjelaskan bahwa populasi adalah seluruh individu yang menjadi perhatian dalam
suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Warsito (1992: 49) menjelaskan
bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari
manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, perusahaan, atau peristiwa
sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu
penelitian.
Berdasarkan kedua
pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan populasi dalam
penelitian ini adalah keseluruhan siswa yang dijadikan sebagai sumber data
dalam penelitian.
Adapun populasi
penelitian ini adalah siswa SMPN 4 kelas
VII sebanyak 175 siswa terdiri dari 5 kelas.
Secara rinci populasi dikemukan dalam tabel 1 berikut.
Tabel
3.1 Populasi Penelitian
No
|
Kelas
|
L
|
P
|
Jumlah
|
1
|
Kelas VII A
|
12
|
22
|
34
|
2
|
Kelas VII B
|
10
|
24
|
34
|
3
|
Kelas VII C
|
13
|
22
|
35
|
4
|
Kelas VII D
|
17
|
30
|
37
|
5
|
Kelas VII E
|
11
|
24
|
35
|
175
|
2.
Sampel Penelitian
Sampel ialah
sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu yang
disebut dengan teknik sampling (Usman & Akbar,2003:182). Karena tujuan
penarikan sampel dari populasi itu adalah untuk memperoleh informasi mengenai
populasi tersebut, maka penting sekali diusahakan agar individu-individu yang
dimasukkan ke dalam sampel merupakan contoh yang representasi sehingga
benar-benar mewakili semua individu yang ada di dalam populasi. Teknik sampling
yang digunakan dalam penelitihan adalah cluster sampling, yaitu sampel dikelompokkan
sesuai dengan karakteristiknya agar sesuai dengan tujuan penelitihan. Sesuai
dengan pernyataan Arikunto (1992:107) bahwa jika jumlah subyeknya besar (lebih
dari 100) dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih. Untuk itu
jumlah sampeldalam penelitihan ini sejumlah 50% dari jumlah populasi atau kurang
lebih 88 siswa ( responden)
- Metode Pengumpulan Data
Data
merupakan suatu hal yang terpenting dalam suatu penelitian. Disamping itu dalam
penelitian mengidentifikasikan setiap variable yang lebih kecil merupakan
syarat mutlak bagi setiap penelitian. Karena semakin terperinci suatu variable
semakin mudah teknik pengambilan data sehingga data semakin halus dan gambaran
hasil semakin teliti.
Pengertian
variable adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan dalam
penelitian, juga sering dinyatakan sebagai factor yang berperan dalam
peristiwa.
Maka
dapat dikembangkan teknik pengambilan data sebagai berikut :
1.
Angket
Dr. Kartini Kartono (1986:200) menyatakan angket adalah
“suatu penyelidikan mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut
kepentingan umum yang dilakukan dengan jalan mengedarkan suatu daftar
pertanyaan yang berupa formulir secara tertulis kepada subyek untuk mendapatkan
jawaban atau tanggapan.” Dengan metode ini dimaksudkan untuk mengetahui atau
menyimpulkan keadaan subyek dengan alas an sebagai berikut :
1.
Tidak memerlukan hadirnya peneliti
2.
Dapat dibagikan secaara serentak pada banyak responden.
3.
Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatan masing-masing
dan menurut waktu senggang responden.
4.
Dapat dibuat anonym sehingga responden bebas, dan tidak
malu-malu.
5.
Dapat dibuat terstandard sehingga semua responden dapat
diberi pertanyaan-pertanyaan yang sama (Arikunto, 1993:125).
Ringkasnya
pengumpulan data melalui metode ini responden diminta keterangannya dengan
jalan mengisi daftar pertanyaan dengan jawaban ya, kadang-kadang, atau tidak.
Teknik ini dibuat berdasarkan pengembangan indicator dari variabel pengendalian
emosi.
6.
Interview
Dengan wawancara berarti melakukan melakukan tanya jawab
baik secra langsung maupun tidak langsung dengan nara sumber. Metode ini
dipakai sebagai penunjang terhadap metode angket dalam pengambilan data
kebiasaan belajar. Dalam arti jika ada yang menurut peneliti masih diragukan
kebenarannya maka perlu didekati dengan wawancara dengan narasumber dengan
responden yang bersangkutan.
E.
Analisis Data
Data
yang telah terkumpul akan kurang berarti bila hanya disajikan dalam bentuk
mentah yang belum diolah, itulah sebabnya perlu diadakan pengolahan dan menganalisanya
agar mempunyai arti. Setelah data terkumpul selanjutnya data tersebut dianalisa
atau diolah, sebab bila tidak diolah akan tidak berguna.
Masalah
mendasar yang ada hubungannya dengan analisa yang tepat ynag sesuai dengan
tujuan yang hendak dicapai. Karena dalam pengelompokkan rumus-rumus tersebut
tetapi peril pula dipahami untuk setiap rumus yang dipilih. Sehingga
benar-benar relevan dengan metode analisa datanya dengan test of respondence.
Pengujian Hipotesa
Hipotesa yang akan
diuji dalam penelitian ini adalah hipotesa penelitian dimana hipotesa ini
diubah menjadi hipotesa kerja yaitu (Hi) dan Hipotesa alternative yaitu (Ho)
yang berbunyi :
Hi : ada hubungan
antara variabel X dan Y
Ho : tidak ada
hubungan antara variabel X dan Y
X = Keterbukaan
Diri
Y = Teman Sebaya
DAFTAR PUSTAKA
Samuel T. Gladding.2012.konseling Profesi yang menyeluruh,
Jakarta Barat : PT INDEKS
Jalaluddin Rakhmat,M.SC.1992.psikologi komunikasi, Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
Syamsu Yusuf, LN. 2002. Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Woolfolk Anita. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition Edisi kesepuluh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Woolfolk Anita. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition Edisi kesepuluh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bungin, Burhan, 2007. SOSIOLOGI
KOMUNIKASI Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana
Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana
Morissan dan Corry Andy, 2009. TEORI KOMUNIKASI, Jakarta: Ghalia Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar