Minggu, 14 Desember 2014

SELF DISCLOSURE (KETERBUKAAN DIRI)



BAB 1
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang Masalah
            Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya, hubungan dengan manusia lain tidak lepas dari rasa ingin tahu tentang lingkungan sekitarnya. Dalam rangka mengetahui gejala di lingkungannya ini menuntut manusia untuk berkomunikasi. Untuk mewujudkan komunikasi ini harus membuka diri dan membuka diri orang lain. Sehingga dalam hidup bermasyarakat dapat mengerti satu sama lain dan mendapatkan informasi yang diinginkan, seseorang akan terisolasi jika tidak pernah terbuka dengan orang lain. Akibat keterisolasian ini dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks.
            Siswa merupakan bagian dari masyarakat dituntut dapat terbuka dengan orang lain di lingkungan dimana siswa berinteraksi. Lingkungan yang dimaksud adalah sekolah. Karena hampir sebagian waktu siswa, banyak digunakan untuk berinteraksi di sekolah. Tugas siswa di sekolah yaitu belajar, dengan belajar siswa akan memperoleh perubahan yang positif dan dapat berkembang secara optimal serta siap melaksanakan peranannya dimasa yang akan datang.
           Dalam berkomunikasi dengan teman dan lingkungan disekitarnya, siswa pada dasarnya melakukan keterbukaan diri karena akan lebih efektif jika ada keterbukaan antara siswa  dengan teman sebayanya. Komunikasi ini akan lebih menyenangkan dan lancar apabila individu mempunyai sikap terbuka dalam menyampaikan pemikirannya. Keterbukaan diri dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu, dengan cara mengungkapkan ide, gagasan serta pendapat terhadap informasi kepada orang lain, sebaliknya jika  tidak mempunyai sikap terbuka, maka  akan mengalami kesulitan dalam pencapaian komunikasi atau informasi yang diperlukan, bahkan dengan tidak mempunyai sikap keterbukaan diri yang baik maka siswa akan sulit dikenal lebih dekat oleh orang lain. Apabila komunikasi tersebut merupakan komunikasi diantara dua orang yang sudah akrab, maka keterbukaan diri akan berlangsung hingga bisa tersingkapkan bagian-bagian diri yang terdalam dan mengokohkan keakraban dan membangun kepercayaan. Namun tidak semua bisa melakukannya karena berbagai alasan, yaitu merasa takut rahasianya terbongkar, kurang adanya rasa percaya diri kepada lawan bicara, kurang keberanian, merasa malu dan takut terhadap akibat yang timbul dikemudian hari. Hal ini akan menyebabkan mereka akan sering menyendiri dan memendam  permasalahannya sendiri bahkan sampai berakibat terhadap kondisi sakit pada fisiknya.

B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan Uraian yang dikemukakan dalam latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian adalah :
1.        Bagaimana tingkat keterbukaan diri SMPN 4 Probolinggo kelas VII?
2.        Bagaimana hubungan keterbukaan diri terhadap siswa SMPN 4 Probolinggo kelas VII terhadap teman sebaya?

C.           Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1.        Untuk menjelaskan tingkat keterbukaan diri SMPN 4 Probolinggo kelas VII terhadap teman sebaya.
2.        Untuk menjelaskan hubungan keterbukaan diri terhadap siswa SMPN 4 Probolinggo kelas VII terhadap teman sebaya.

D.           Manfaat Penelitian
 Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1.      Manfaat Praktis
a.       Sebagai bahan masukan tutor bahwa hubungan Teman Sebaya siswa SMPN 4 Probolinggo kelas VII dipengaruhi dengan keterbukaan diri.

2.      Manfaat Teoritis
a.       Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang relevan
b.      Sebagai bahan masukan bagi peneliti untuk memperluas wawasan, pengetahuan, tentang hubungan antara Keterbukaan Diri dengan Teman Sebaya Siswa SMPN 4 Probolinggo kelas VII dengan Teman Sebaya
c.       Sebagai bahan masukan untuk pengembangan dan pembelajaran.

D.           Definisi Operasional
Dalam penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Keterbukaan Diri Dengan Teman Sebaya  Siswa SMP kelas VII” terdapat beberapa variabel, yaitu :

1.      Keterbukaan Diri
Dalam kehidupan manusia, keterbukaan diri merupakan alat terpenting untuk kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya keterbukaan diri maka manusia akan mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Dengan keterbukaan diri, keakraban seorang individu dengan individu lainnya dapat semakin erat. Untuk dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keterbukaan diri, berikut definisi keterbukaan diri yang dikemukakan oleh para ahli: Johnson (1981) dalam Supratiknya (1995:14) mengemukakan bahwa pembukaan diri atau keterbukaan diri adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita dimasa kini tersebut. Devito (2011: 64) mengemukakan bahwa keterbukaan diri adalah jenis komunikasi dimana kita mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan. Daddy Mulyana (2000: 12) mengemukakan bahwa keterbukaan diri dapat diartikan memberikan informasi tentang diri. Wrightsman (dalam Dayaksini, 2009: 81) menjelaskan bahwa keterbukaan diri adalah proses keterbukaan diri yang diwujudkan dengan berbagi perasaan dan informasi kepada orang lain. Senada dengan pendapat Liliweri (1997: 56) bahwa derajat keterbukaan mempunyai pengaruh untuk mengubah pikiran, perasaan, maupun perilaku orang lain. Menurut Morton (dalam Dayaksini 2009: 81) mengemukakan bahwa keterbukaan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi dalam keterbukaan diri bersifat deskriptif dan evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin untuk diketahui oleh orang lain, misalnya seperti pekerjaan, alamat, dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan perasaan pribadinya lebih mendalam kepada orang lain, misalnya seperti tipe orang yang disukai, hal-hal yang disukai maupun hal-hal yang tidak disukainya. Kedalaman dalam sikap terbuka tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Situasi yang menyenangkan dan perasaan aman dapat membangkitkan seorang untuk lebih membuka diri. Selain itu adanya rasa percaya dan timbal balik dari lawan bicara menjadikan seseorang cenderung memberikan reaksi yang sepadan (Raven dan Rubin dalam Dayaksini, 2009: 82). Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keterbukaan diri adalah suatu tindakan sengaja atau rela untuk mengungkapkan atau menceritakan informasi, pendapat, keyakinan, perasaan, pengalaman atau bahkan masalah yang dijaga atau dirahasiakan untuk diungkapkan kepada orang lain secara apa adanya sehingga pihak lain memahaminya.

2.      Teman Sebaya
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Santrock (2007:55) mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA
  1. Teman Sebaya
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat. Santrock (2007:55) mengatakan bahwa kawan-kawan sebaya adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam kelompoknya.

Teman sebaya ialah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama yang saling berinteraksi dengan kawan-kawan sebaya yang berusia sama dan memiliki peran yang unik dalam budaya atau kebiasaannya. (John w. santrock, Remaja, Hal. 55)
Percepatan perkembangan pada masa remaja berhubungan dengan pematangan seksual yang akhirnya mengakibatkan suatu perubahan dalam perkembangan sosial. Sebelum memasuki masa remaja biasanya seorang anak sudah mampu menjalankan hubungan yang erat dengan teman sebayanya. Seiring dengan hal itu juga timbul kelompok anak-anak yang bermain bersama atau membuat rencana bersama. Sifat yang khas pada kelompok anak sebelum masa remaja adalah bahwa kelompok tadi terdiri dari jenis kelamin yang sama. Persamaan kelamin yang sama ini dapat membantu timbulnya identitas jenis kelamin dan juga berhubungan dengan perasaan identifikasi untuk mempersiapkan pengalaman identitasnya. Sedangkan pada masa remaja ini, anak sudah mulai berani untuk melakukan kegiatan dengan lawan jenisnya dalam berbagai macam kegiatan.

Peran Teman Sebaya Terhadap Perkembangan Siswa
Siswa memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh teman sebayanya. Sebagai akibatnya, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya merasa tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh teman-teman sebayanya. Bagi kebanyakan siswa, pandangan teman sebaya terhadap dirinya merupakan hal yang paling penting. Teman sebaya merupakan anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. interaksi diantara teman sebaya yang berusia sama sangat berperan penting dalam perkembangan sosial. Pertemanan berdasarkan tingkat usia dengan sendirinya akan terjadi meskipun sekolah tidak menerapkan sistem usia. Siswa  dibiarkan untuk menentukan sendiri komposisi masyarakat mereka. Bagaimanapun, seseorang dapat belajar menjadi petarung yang baik hanya jika diantara teman yang seusianya. Salah satu fungsi terpenting dari teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Siswa memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari teman-teman sebayanya. Dan siswa mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik. (Jhon W. Santrock, Remaja, 2007, hal 55).
Hubungan yang baik dengan teman sebaya perlu agar perkembangan sosialnya berjalan normal. Hubungan dengan teman sebaya dapat bersifat negatif atau positif.
Piaget dan Sullivan menekankan bahwa hubungan dengan teman sebaya memberikan konteks bagi remaja untuk mempelajari modus hubungan timbal balik yang simetris.
Hartup menyatakan bahwa hubungan dengan teman sebaya bersifat kompleks dan dapat bervariasi tergantung pada bagaimana pengukurannya, perumusan hasilnya, dan garis perkembangannya.
Kebutuhan siswa terhadap hubungan dengan teman sebaya sangatlah penting untuk perkembangan sosialnya. Maka jika ada keterbatasan hubungan dengan teman sebayanya akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak tersebut, misalnya orang tua yang membatasi anaknya secara berlebihan untuk tidak berhubungan dengan teman sebayanya, hal ini akan berpengaruh pada perkembangan selanjutnya, yaitu ketika si anak terjun ke dalam masyarakat. Sehingga ia sulit untuk bersosialisasi di masyarakat. (Jhon W. Santrock, Remaja, 2007, hal 57- 58).
Seorang siswa cenderung memiliki keanggotaan yang lebih luas. Dengan kata lain, tetangga atau teman-temannya seringkali menjadi anggota kelompoknya. Biasanya kelompoknya lebih hiterogen daripada berkelompok dengan teman sebayanya. Misalnya kelompok teman sebaya pada masa remaja cenderung memiliki suatu campuran individu-individu dari berbagai kelompok. Interaksi yang semakin intens menyebabkan kelompok bertambah kohesif. Dalam kelompok dengan kohesif yang kuat maka akan berkembanglah iklim dan norma-norma tertentu. Namun hal ini berbahaya bagi pembentukan identitas dirinya. Karena pada masa ini, dia lebih mementingkan perannya sebagai anggota kelompok daripada pola pribadinya. Tetapi terkadang adanya paksaan dari norma kelompok membuatnyua sulit untuk membentuk keyakinan diri.

B.     Self Disclosure ( Keterbukaan diri)

Dalam kehidupan manusia, keterbukaan diri merupakan alat terpenting untuk kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya keterbukaan diri maka manusia akan mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Dengan keterbukaan diri, keakraban seorang individu dengan individu lainnya dapat semakin erat. Untuk dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keterbukaan diri, berikut definisi keterbukaan diri yang dikemukakan oleh para ahli: Johnson (1981) dalam Supratiknya (1995:14) mengemukakan bahwa pembukaan diri atau keterbukaan diri adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita dimasa kini tersebut. Devito (2011: 64) mengemukakan bahwa keterbukaan diri adalah jenis komunikasi dimana kita mengungkapkan informasi tentang diri kita sendiri yang biasanya kita sembunyikan. Daddy Mulyana (2000: 12) mengemukakan bahwa keterbukaan diri dapat diartikan memberikan informasi tentang diri. Wrightsman (dalam Dayaksini, 2009: 81) menjelaskan bahwa keterbukaan diri adalah proses keterbukaan diri yang diwujudkan dengan berbagi perasaan dan informasi kepada orang lain. Senada dengan pendapat Liliweri (1997: 56) bahwa derajat keterbukaan mempunyai pengaruh untuk mengubah pikiran, perasaan, maupun perilaku orang lain. Menurut Morton (dalam Dayaksini 2009: 81) mengemukakan bahwa keterbukaan diri merupakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang lain. Informasi dalam keterbukaan diri bersifat deskriptif dan evaluatif. Deskriptif artinya individu melukiskan berbagai fakta mengenai diri sendiri yang mungkin untuk diketahui oleh orang lain, misalnya seperti pekerjaan, alamat, dan usia. Sedangkan evaluatif artinya individu mengemukakan perasaan pribadinya lebih mendalam kepada orang lain, misalnya seperti tipe orang yang disukai, hal-hal yang disukai maupun hal-hal yang tidak disukainya. Kedalaman dalam sikap terbuka tergantung pada situasi dan orang yang diajak untuk berinteraksi. Situasi yang menyenangkan dan perasaan aman dapat membangkitkan seorang untuk lebih membuka diri. Selain itu adanya rasa percaya dan timbal balik dari lawan bicara menjadikan seseorang cenderung memberikan reaksi yang sepadan (Raven dan Rubin dalam Dayaksini, 2009: 82). Berdasarkan pendapat beberapa para ahli di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa keterbukaan diri adalah suatu tindakan sengaja atau rela untuk mengungkapkan atau menceritakan informasi, pendapat, keyakinan, perasaan, pengalaman atau bahkan masalah yang dijaga atau dirahasiakan untuk diungkapkan kepada orang lain secara apa adanya sehingga pihak lain memahaminya.
            Sementara Alman dan Taylor mengemukakan suatu model perkembangan hubungan dengan pengungkapan diri sebagai media utamanya. Proses untuk mencapai keakraban hubungan antar pribadi disebut dengan istilah penetrasi sosial. Penetrasi sosial ini terjadi dalam dua dimensi utama yaitu keluasan dan kedalaman. Dimensi keluasan yaitu dimana seseorang dapat berkomunikasi dengan siapa saja baik orang asing atau dengan teman dekat. Sedangkan dimensi kedalaman dimana seseorang berkomunikasi dengan orang dekat, yang diawali dan perkembangan hubungan yang dangkal sampai hubungan yang sangat akrab, atau mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi tentang dirinya. Pada umumnya ketika berhubungan dengan orang asing pengungkapan diri sedikit mendalam dan rentang sempit (topik pembicaraan sedikit). Sedangkan perkenalan biasa, pengungkapan diri lebih mendalam dan rentang lebih luas. Sementara hubungan dengan teman dekat ditandai adanya pengungkapan diri yang mendalam dan rentangnya terluas (topik pembicaraan semakin banyak)

1.      Fungsi pengungkapan diri.
            Menurut Derlega dan Grzelak (dalam Sears, dkk., 1988) ada lima fungsi pengungkapan diri, yaitu :
a.        Ekspresi (expression)
            Dalam kehidupan ini kadang-kadang manusia mengalami suatu kekecewaan atau kekesalan, baik itu yang menyangkut pekerjaan ataupun yang lainnya. Untuk membuang semua kekesalan ini biasanya akan merasa senang bila bercerita pada seorang teman yang sudah dipercaya. Dengan pengungkapan diri semacam ini manusia mendapat kesempatan untuk mengekspresikan perasaan kita.
b.      Penjernihan diri (self-clarification)
            Dengan saling berbagi rasa serta menceritakan perasaan dan masalah yang sedang dihadapi kepada orang lain, manusia berharap agar dapat memperoleh penjelasan dan pemahaman orang lain akan masalah yang dihadapi sehingga pikiran akan menjadi lebih jernih dan dapat melihat duduk persoalannya dengan lebih baik.
c.       Keabsahan sosial (sosial validation)
            Setelah selesai membicarakan masalah yang sedang dihadapi, biasanya pendengar akan memberikan tanggapan mengenai permasalahan tersebut Sehingga dengan demikian, akan mendapatkan suatu informasi yang bermanfaat tentang kebenaran akan pandangan kita. Kita dapat memperoleh dukungan atau sebaliknya.
d.      Kendali sosial (social control)
            Seseorang dapat mengemukakan atau menyembunyikan informasi tentang keadaan dirinya yang dimaksudkan untuk mengadakan kontrol sosial, misalnya orang akan mengatakan sesuatu yang dapat menimbulkan kesan baik tentang dirinya.
e.       Perkembangan hubungan (relationship development).
            Saling berbagi rasa dan informasi tentang diri kita kepada orang lain serta saling mempercayai merupakan saran yang paling penting dalam usaha merintis suatu hubungan sehingga akan semakin meningkatkan derajat keakraban.

2.      Pedoman dalam Pengungkapan Diri
            Pengungkapan diri kadang-kadang menimbulkan bahaya, seperti resiko adanya penolakan atau dicemooh orang lain, bahkan dapat menimbulkan kerugian material. Untuk itu, kita harus mempelajari secara cermat konsekuensi-konsekuensinya sebelum memutuskan untuk melakukan pengungkapan diri. Menurut Devito (1992) hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengungkapan diri adalah sebagai berikut:

a.       Motivasi melakukan pengungkapan diri
            Pengungkapan diri haruslah didorong oleh rasa berkepentingan terhadap hubungan dengan orang lain dan diri sendiri. Sebab pengungkapan diri tidak hanya bersangkutan dengan diri kita saja tetapi juga bersangkutan dengan orang lain. Kadang-kadang keterbukaan yang kita ungkapkan dapat saja melukai perasaan orang lain.

b.      Kesesuaian dalam pengungkapan diri.
            Dalam melakukan pengungkapan diri haruslah disesuaikan dengan keadaan lingkungan. Pengungkapan diri haruslah dilakukan pada waktu dan tempat yang tepat. Misalnya bila kita ingin mengungkapkan sesuatu pada orang lain maka kita haruslah bisa melihat apakah waktu dan tempatnya sudah tepat.

c.       Timbal balik dan orang lain.
            Selama melakukan pengungkapan diri, berikan lawan bicara kesempatan untuk melakukan pengungkapan dirinya sendiri. Jika lawan bicara kita tidak melakukan pengungkapan diri juga, maka ada kemungkinan bahwa orang, tersebut tidak menyukai keterbukaan yang kita lakukan.

  1. Hubungan Keterbukaan Diri dengan Teman Sebaya
Siswa memerlukan teman dalam kehidupan disekolah,rumah dan lingkungan sekitarnya. Lebih khususnya dilingkungan sekolah. Di sekolah siswa dapat memiliki banyak teman dibandingkan tempat lain. Namun untuk memiliki teman siswa harus dapat berkomunikasi. Komunikasi memerlukan keterbukaan diri untuk memulai suatu proses perkenalan. Mulai dari terbuka secara umum maupun secara pribadi. Namun ada beberapa hal yang tentunya tidak dapat dibuka kepada sembarang teman. Karena tidak semua teman dapat menjaga rahasia. Keterbukaan diri sangat penting bagi kehidupan sehari-hari agar individu dapat berkembang optimal sesuai dengan tugas perkembangan masing-maisng. Agar perkembangan optimal maka individu (siswa) harus memenuhi tugas perkembangan dengan baik dan sejajar. Dalam membuka diri agar merasa bahagia kita membutuhkan pendapat dan tanggapan dari teman sebaya sehingga dapat memperbaiki apa yang buruk di dalam perilaku kita karena untuk menunjukkan bahwa diri kita normal dan sehat. Selain itu, menumbuhkan keterbukaan diri dengan teman sebaya sangatlah penting sehingga hubungan teman akan menjadi lebih akrab.
 Keterbukaan diri antar teman sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pertukaran informasi antara individu yang saling tatap muka dengan dua orang atau lebih, baik verbal maupun non verbal yang ditanggapi oleh kawan seumuran dengan mempunyai tujuan dan keinginan yang sama. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterbukaan diri dengan teman sebaya adalah kegiatan berbagi informasi tentang suatu pernyataan apa yang disangka, dikira tentang sesuatu (orang, peristiwa) yang tidak didasarkan fakta pembuktian, akan tetapi berdasar pada apa yang dilihatnya seperti benar atau mungkin kepada kawan seumuran secara terbuka dengan mempunyai tujuan dan keinginan yang sama.
Jadi dengan keterbukaan diri kita dapat mengenal seseorang lebih dekat dan kita dapat mengetahui teman seperti apa yang kita perlukan untuk dapat dipercaya.

D.    Medel Keterbukaan Diri ( Self Disclosure)
Tingkat keterbukaan diuangkapkan dengan model Johari Window. Dalam Johari Window diuangkapkan , di dalam diri manusia terdapat empat sel/jendela/bagian. Setiap sel mewakili bagian diri yang berbeda. Keempat sel itu adalah open self, blind self, hidden self dan unknown self. Model ini menekankan bahwa jendela yang satu tidak terpisah dengan yang lain. Jika pada satu sel terjadi pembesaran, maka sel yang lain akan mengecil.

1.                  Open self merupakan bagian diri dimana informasi, perilaku, sifat, perasaan, keinginan, motif, ide dll. diketahui dengan baik, baik oleh diri kita sendiri maupun orang lain. Beberapa contoh informasi yang termasuk dalam bagian ini antara lain agama, jenis kelamin, warna kulit, ras, nama, hobi, status social, sikap terhadap politik dll.
2.                  Blind self adalah bagian yang menyajikan hal-hal tentang diri individu itu sendiri yang diketahui oleh orang lain tetapi diri individu itu sendiri tidak tahu. Ada orang lain yang hidungnya memerah ketika malu, atau ada pula yang tidak menyadari dirinya selalu mengucapkan kata-kata, … gitu…gitu ketika berkomunikasi.
3.                  Hidden self merupakan bagian diri yang menyajikan tentang hal-hal yang diketahui oleh diri individu itu sendiri tetapi tidak diketahui oleh orang lain, yang disimpan hanya untuk diri sendiri. Hal-hal itu misalnya (tidak mutlak) kondisi keuangan yang buruk, rahasia sukses, masalah keluarga, masalah pribadi, kehidupan seks, kecemasan, rasa takut terhadap sesuatu dll.
4.                  Unkonw self merupakan bagian diri yang tidak diketahui baik oleh diri sendiri maupun orang lain. Sulit untuk mengetahui bagian ini, tapi kita harus sadar bahwa bagian ini memang ada dan nyata di dalam diri ini.
Untuk meningkatkan mutu komunikasi, maka bagian open self perlu diperbesar dan bagian blind self perlu diperkecil. Hal ini dikarenakan memperbesar open self dapat meningkatkan kualitas komunikasi dan bagian blind self dapat menurunkan kualitas komunikasi.

E.     Karakteristik Keterbukaan Diri dalam Antar Teman Sebaya
Luft dalam Mulyana (2000: 19) menggambarkan beberapa ciri keterbukaan diri yang tepat. Lima ciri terpenting adalah sebagai berikut:
1.      Merupakan fungsi dari suatu hubungan sedang berlangsung;
2.      Dilakukan oleh kedua belah pihak;
3.      Disesuaikan dengan keadaan yang berlangsung;
4.      Berkaitan dengan apa yang terjadi saat ini pada dan antara orang-orang yang terlibat;
5.      Ada peningkatan dalam penyingkapan, sedikit demi sedikit. Pada saat berinteraksi dengan orang lain dibutuhkan adanya sikap saling terbuka agar terjadi komunikasi yang efektif. Tetapi tidak setiap orang dapat terbuka dengan lawan bicaranya.
Menurut Brook dan Emmert (1997) dalam Rakhmat (2009: 136-137) menjelaskan karakteristik orang yang bersikap terbuka dikontraskan dengan orang yang bersikap tertutup (dogmatis) yang dijelaskan sebagai berikut:
1.      Sikap Terbuka :
a.       Menilai pesan secara objektif dengan menggunakan data dan keajegan logika.
b.      Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dsb.
c.       Berorientasi pada isi.
d.      Mencari informasi dari beberapa sumber.
e.       Lebih bersifat profesional dan bersedia mengubah kepercayaannya.
f.        Mencari pengertian yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaan.

2.      Sikap Tertutup :
a.       Menilai pesan berdasarkan motif-motif pribadi.
b.      Berpikir simplistis, artinya berpikir hitam-putih (tanpa nuansa).
c.       Bersandar lebih banyak pada sumber pesan daripada isi pesan.
d.      Mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber sendiri, bukan dari sumber kepercayaan orang lain.
e.        Secara kaku mempertahankan dan memegang teguh sistem kepercayaan.
f.       Menolak, mengabaikan, dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.
Berdasarkan karakteristik orang yang bersikap terbuka dan tertutup pada penjelasan di atas, maka yang dimaksudkan dari karakateristik orang yang bersikap terbuka sebagai berikut:
a.       Menilai pesan secara objektif dengan menggunakan data dan logika.
Orang yang bersikap terbuka dapat menilai pesan yang diterima secara logis (dapat diterima oleh akal) dan menilai pesan atau informasi yang diterima secara objektif atau tidak berdasarkan argumentasinya sendiri.
b.      Mampu membedakan dengan mudah dan melihat nuansa.
Orang yang bersikap terbuka memiliki kemampuan untuk melihat perbedaan dari informasi atau pesan yang disampaikan kepadanya, tidak langsung menyalahkan atau membenarkan informasi yang diterima tetapi diselidiki dahulu informasi tersbut. Orang yang bersikap terbuka bisa memahami situasi dan kondisi yang tepat bagi mereka untuk membuka diri pada orang lain.
c.       Berorientasi pada isi.
Bagi orang yang bersikap terbuka akan melihat informasi yang diberikan mengenai “apa” yang diinformasikan, daripada “siapa” yang menyampaikan atau menginformasikan hal tersebut.
d.      Berusaha mencari informasi dari berbagai sumber.
Orang yang terbuka akan menerima saran dan kritik dari orang lain untuk memperbaiki kekurangan dalam dirinya. Selain itu ia juga akan mencari informasi dari sumber-sumber yang lain sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan dan membantu menyelesaikan masalahnya.
e.       Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah keyakinan.
Orang yang bersikap terbuka tidak akan bersikeras atau kaku terhadap apa yang dianggapnya benar. Ia akan bersedia mengubah pendapat atau keyakinannya jika memang tidak sesuai dengan nilai atau kebenaran. Bersifat provisional berarti seseorang bersedia mendengar pandangan yang berlawanan dan bersedia mengubah posisi jika keadaan mengharuskan.
f.       Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan kepercayaan.
Orang yang bersikap terbuka akan menerima masukan atau pendapat dari orang lain untuk menemukan kebenaran. Selain itu apabila ia menemukan benturan terhadap apa yang diyakini, orang yang bersikap terbuka akan dapat menerima hal tersebut.

Sedangkan penjelasan tentang karakteristik orang yang bersikap tertutup atau dogamtis sebagai berikut:
a.       Menilai pesan berdasarkan motif-motif pribadi
Orang yang mempunyai sikap dogmatis menilai pesan berdasarkan desakan dari dalam dirinya. Rokeach (dalam Rakhmat, 2007: 137) mengemukakan desakan tersebut antara lain kebiasaan, kepercayaan, petunjuk perseptual, motif ego irasional, hasrat berkuasa dan kebutuhan untuk membesarkan diri.
b.      Berpikir simplistis, artinya berpikir hitam-putih.
Orang yang bersikap dogmatis hanya memandang sesuatu dari benar dan salah saja, tidak ada setengah benar atau setengah salah sehingga tidak mau tahu dengan kondisi yang melatarbelakangi suatu hal.
c.       Bersandar lebih banyak pada sumber pesan daripada isi pesan.
Orang yang bersikap tertutup melihat pesan berdasarkan siapa orang yang menyampaikan, tidak melihat dari isi pesan yang disampaikan.
d.      Mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumbernya sendiri, bukan dari sumber kepercayaan orang lain.
Orang yang mempunyai sikap dogmatis hanya mempercayai sumber mereka sendiri. Mereka tidak akan meneliti tentang sesuatu atau orang lain dari sumber yang lain.
e.       Secara kaku mempertahankan dan memegang teguh sistem kepercayaannya.
Orang dogmatis menerima kepercayaannya secara mutlak, yakni memegang teguh dan mempertahankan setiap jengkal dari wilayah kepercayaannya sampai titik penghabisan.
f.       Menolak, mengabaikan, mendistorsi, dan menolak pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaanya.
Orang dogmatis tidak tahan hidup dalam suasana inkonsisten. Ia menghindari kontradiksi atau benturan gagasan. Informasi yang tidak konsisten dengan desakan dari dalam dirinya akan ditolak, didistorsi, atau tidak dihiraukan sama sekali.
Keterbukaan diri yang baik pada individu tidak hanya dilakukan oleh satu pihak atau dari satu sisi saja, namun harus ada saling memberikan dan menerima keterbukaan, sesuai dengan pendapat Johnson (dalam Supratiknya, 1995: 14) berpendapat bahwa pembukaan diri memiliki dua sisi yaitu bersikap terbuka kepada yang lain dan bersikap terbuka bagi yang lain. Gambaran dari karakteristik keterbukaan diri dari dua sisi ialah:
1.         Terbuka kepada orang lain Orang yang dapat terbuka kepada orang lain cenderung lebih dulu menyadari dirinya sendiri dalam arti memahami siapa dirinya dan seperti apa dirinya. Menyadari diri sendiri ditunjukkan dengan penerimaan terhadap diri sendiri, yaitu jujur dalam menerima semua kekuatan dan kemampuan yang dimiliki serta tentu saja menerima kekurangan yang dimiliki dengan bersikap jujur, autentik, dan tulus dalam pembukakan diri.
Penerimaan terhadap diri sendiri mendorong seseorang untuk dapat mempercayai bahwa orang lain mau menerima dan mendukung dirinya, bekerja sama dengan dirinya, serta bersikap terbuka dengan dirinya. Seseorang yang terbuka kepada orang lain dapat membagikan aneka gagasan dan perasaan yang dimiliki serta membiarkan orang lain mengetahui siapa dirinya.

2.         Terbuka bagi yang lain
Terbuka bagi yang lain mempunyai arti bahwa seseorang mau mendengarkan dan memperhatikan apa yang disampaikan orang lain. Sikap tersebut diawali dengan menyadari orang lain terlebih dahulu, memahami siapa dan seperti apa diri orang lain tersebut. Seseorang menerima orang lain dengan cara menyadari aneka kekuatan dan kemampuan serta kekurangan yang dimiliki orang lain sehingga orang lain percaya pada dirinya karena orang lain merasa bahwa ada yang mau menerima dan mendukungnya. Dampaknya orang lain mau bekerja sama dan bersedia membuka diri sehingga dapat menunjukkan perhatian pada aneka gagasan dan perasaan orang lain. Penelitian ini mengadaptasi dan memodifikasi dari pendapat Rakhmat dan Johnson tentang karakteristik keterbukaan diri yang dalam penelitian ini dikaitkan dalam komunikasi antar teman sebaya sehingga menjadi karakteristik keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya. Karakteristik keterbukaan diri yang diangkat dalam penelitian ini adalah bersikap objektif, bersikap profesional, memahami diri sendiri, memahami orang lain, menerapkan sikap percaya dan menerapkan sikap terbuka. Karakteristik keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya ini sebagai indikator dalam penelitian ini.

F.     Faktor-faktor Keterbukaan Diri DenganTeman Sebaya
Menurut Devito dalam Sugiyo (2005: 14) keterbukaan adalah antara komunikator dengan komunikan harus saling terbuka, selain itu merespon secara spontan dan tanpa alasan terhadap komunikasi yang sedang berlangsung termasuk mengandung unsur terbuka. Oleh karena itu ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dapat terbuka. Devito (2011: 65-67) mengemukakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri antara lain: efek diadik, besar kelompok, topik, valensi, gender, penerima hubungan dan kepribadian. Adapun penjelasan dari faktor-faktor yang mempengaruhi keterbukaan diri adalah sebagai berikut:
1.                    Efek diadik
Individu akan melakukan keterbukaan diri bila orang yang bersamanya juga melakukan keterbukaan diri. Hal ini dikarenakan efek diadik membuat seseorang merasa aman dan dapat memperkuat seseorang untuk melakukan keterbukaan diri.
2.      Besar Kelompok
Keterbukaan diri dianggap lebih efektif bila berada dalam situasi kelompok kecil dibandingkan kelompok besar, karena dalam kelompok kecil interaksi anggota kelompok lebih mudah dan cepat mendapat respon ataupun umpan balik dari orang lain.
3.      Topik
Individu cenderung terbuka tentang informasi mengenai hobi atau pekerjaan dari pada tentang keadaan ekonomi dan kehidupan keluarga. Umumnya topik yang bersifat pribadi dan informasi yang kurang baik akan menimbulkan kemungkinan kecil individu terbuka.
4.      Gender atau Jenis Kelamin
Keterbukaan diri cenderung dimiliki oleh wanita dari pada pria. Wanita lebih senang lekas membagikan informasi tentang dirinya ataupun orang lain. Sebaliknya pria lebih senang diam atau memendam sendiri permasalahannya dari pada membeberkan kepada orang lain.
5.      Kompetensi
Keterbukaan dianggap berhasil apabila seseorang memahami betul terhadap apa yang diinformasikan, baik positif maupun negatifnya karena hal itu sangat menentukan dalam perkembangan selanjutnya.
6.      Penerima Hubungan
Keterbukaan diri dianggap berhasil bila ada umpan balik dari pendengar informasi. Pria cenderung lebih terbuka kepada teman-temannya dari pada kepada orang tuanya karena merasa memiliki satu tujuan. Sebaliknya wanita lebih suka terbuka kepada orang tuanya atau teman prianya karena dianggap mampu memberikan perlindungan.
7.      Kepribadian
Individu dengan kepribadian ekstrovert dan nyaman dalam berkomunikasi lebih banyak melakukan keterbukaan diri dari pada individu dengan kepribadian introvert dan kurang berani dalam berbicara.
Individu cenderung terbuka tentang informasi mengenai hobi atau pekerjaan dari pada tentang keadaan ekonomi dan kehidupan keluarga. Umumnya topik yang bersifat pribadi dan informasi yang kurang baik akan menimbulkan kemungkinan kecil individu terbuka.
8.      Gender atau Jenis Kelamin
Keterbukaan diri cenderung dimiliki oleh wanita dari pada pria. Wanita lebih senang lekas membagikan informasi tentang dirinya ataupun orang lain. Sebaliknya pria lebih senang diam atau memendam sendiri permasalahannya dari pada membeberkan kepada orang lain.
9.      Kompetensi
Keterbukaan dianggap berhasil apabila seseorang memahami betul terhadap apa yang diinformasikan, baik positif maupun negatifnya karena hal itu sangat menentukan dalam perkembangan selanjutnya.
10.  Penerima Hubungan
Keterbukaan diri dianggap berhasil bila ada umpan balik dari pendengar informasi. Pria cenderung lebih terbuka kepada teman-temannya dari pada kepada orang tuanya karena merasa memiliki satu tujuan. Sebaliknya wanita lebih suka terbuka kepada orang tuanya atau teman prianya karena dianggap mampu memberikan perlindungan.
11.   Kepribadian
Individu dengan kepribadian ekstrovert dan nyaman dalam berkomunikasi lebih banyak melakukan keterbukaan diri dari pada individu dengan kepribadian introvert dan kurang berani dalam berbicara.
Pada taraf ini masing-masing individu sudah berani mengungkapkan perasaanya dan sudah berani untuk bersikap jujur, terbuka terhadap lawan bicaranya, dan berani menanggung resiko bila kelemahan dan kelebihannya diketahui orang lain. Isi pembicaraannya biasanya mengenai masalah yang dialami masing-masing individu atau salah satu individu yang diceritakan pada lawan bicaranya, sehingga hubungan individu semakin akrab.
12.  Taraf Pertama adalah hubungan puncak
Pada taraf ini komunikasi ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, dan saling percaya dintara kedua belah pihak. Tidak ada lagi ganjalan rasa takut dan cemas diantara maisng-masing. Individu bebas mengungkapkan perasaannya, dan biasanya antar individu ini memiliki kesamaan dalam banyak hal.

G.    Manfaat Keterbukaan Diri dengan Teman Sebaya
Keterbukaan diri dengan teman sebaya memiliki peranan penting karena dalam hal ini keterbukaan diri dengan teman sebaya dapat mengungkapkan apa yang diinginkan masing-masing individu. Menurut Sugiyo (2005: 89-90) manfaat keterbukaan diri yaitu informasi tentang diri sendiri, kemampuan untuk mengatasi masalah, komunikasi efektif, hubungan penuh makna, dan kesehatan mental. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.      Informasi tentang diri sendiri
Dengan terbuka pada orang lain kita mendapat perspektif baru tentang diri kita, lebih memahami perilaku kita. Atau dapat juga digunakan untuk menyanyakan pada diri kita sendiri, misalnya “Siapa saya”, jawaban terhadap pertanyaan tersebut memberikan dampak pada kita semakin mengerti tentang diri kita.
2.       Kemampuan untuk mengatasi masalah
Salah satu ketakutan yang terbesar adalah terbongkarnya masa lalu kita yang kelam, tetapi dengan keterbukaan perasaan-perasaan seperti itu dan mendapat dukungan maka akan membantu kita mengatasi masalah tersebut. Kita menerima diri kita melalui cara pandang orang lain terhadap kita, jika kita merasa orang lain akan menolak kita maka kita akan menolak diri kita juga.
3.      Komunikasi efektif
Dengan adanya keterbukaan diantara orang yang berkomunikasi maka kita akan lebih memahami apa yang dimaksud dalam pembicaraan. Disamping itu komunikasi akan menjadi efektif apabila orang yang berkomunikasi sudah saling mengenal dengan baik.
4.      Hubungan penuh makna
Dengan keterbukaan kita percaya pada orang lain, menghargai mereka, peduli dengan mereka. Hal ini akan berbalik pada kita, orang lain pun akan demikian dengan kita. Penelitian oleh Tracy Schmidt & Randalph Cornelius dalam De Vito (1989) dalam menemukan bahwa keterbukaan membawa pada hubungan yang bermakna.
5.      Kesehatan mental
Penelitian oleh James Pennecbacker dalam de Vito (1989) dalam (Sugiyo: 2005: 90) menggambarkan bahwa orang yang terbuka akan terhindar dari penyakit yang disebabkan oleh stres, hal ini sejalan dengan suatu pendapat orang yang mempunyai masalah kemudian menceritakan pada teman akrabnya (proses katarsis) maka orang tersebut ak         an merasa lega dan merasa semua persoalan yang dihadapi sudah terpecahkan dan pada gilirannya merasa lega serta menjadi lebih rileks dalam menghadapi kehidupan.
Penelitian menunjukkan bahwa keterbukaan diri sangatlah penting. Hal ini didasarkan pada pendapat Johnson yang mengatakan bahwa: Keterbukaan diri yang dilakukan secara tepat merupakan indikasi dari kesehatan mental seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempu terbuka secara tepat terbukti lebih mampu menyesuaikan diri, lebih percaya diri, lebih kompeten, ekstrovert, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif dan percaya pada orang lain, lebih objektif, dan mengeluarkan pendapatnya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manfaat keterbukaan diri dalam komunikasi antar teman sebaya adalah agar individu dapat memberikan informasi tentang dirinya, seperti pengalaman hidup, perasaan, emosi, pendapat, cita-cita, sikap, perilaku, keinginan, motivasi, ide, dan sebagainya. Informasi yang telah disampaikan dapat menciptakan hubungan mendalam yang penuh makna sehingga dapat meningkatakan pemahaman tentang diri sendiri juga pemahaman tentang orang lain. Melalui pemahaman diri dan pemahaman terhadap orang lain tersebut, maka akan tercipta komunikasi yang efektif antara komunikator dan komunikan. Dalam penelitian ini yang dimaksud adalah komunikasi yang efektif antar teman sebaya.




BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Rancangan Penelitian
           
Penelitian ini merupakan penelitian ex-post facto, karena dalam penelitian ini tidak dibuat perlakuan/manipulasi terhadap variabel-variabelnya, tetapi hanya mengungkap fakta berdasarkan gejala yang telah ada pada diri responden. Analisis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik yaitu menggunakan angka-angka untuk menyimpulkan hasil penelitian.

B.     Waktu dan Lokasi Penelitian
a.Tempat Penelitian
Pemilihan dan penetapan lokasi penelitian ini adalah di SMP NEGERI 4 PROBOLINGGO. Adapun pemilihan lokasi tersebut dengan alasan sebagai berikut:
1)                                                                        Adanya relevansi masalah yang akan diteliti di SMP tersebut.
2)                   Lokasi relatif dekat dengan domisili peneliti, sehingga mudah dijangkau dan bisa lebih efisien (waktu dan biaya).
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 2 minggu mulai tanggal 5 November 2014 sampai tanggal 19 November 2014 di SMP NEGEERI 4 PROBOLINGGO.

C.    Populasi Dan Sampel
1.                  Populasi
Margono (2000: 121) menjelaskan bahwa populasi adalah seluruh individu yang menjadi perhatian dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Warsito (1992: 49) menjelaskan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang dapat terdiri dari manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai tes, perusahaan, atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa yang dijadikan sebagai sumber data dalam penelitian.
Adapun populasi penelitian ini adalah siswa SMPN 4 kelas VII sebanyak 175 siswa terdiri dari 5 kelas. Secara rinci populasi dikemukan dalam tabel 1 berikut.
Tabel 3.1 Populasi Penelitian
No
Kelas
L
P
Jumlah
1
Kelas VII A
12
22
34
2
Kelas VII B
10
24
34
3
Kelas VII C
13
22
35
4
Kelas VII D
17
30
37
5
Kelas VII E
11
24
35




175

2.                  Sampel Penelitian
Sampel ialah sebagian anggota populasi yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik sampling (Usman & Akbar,2003:182). Karena tujuan penarikan sampel dari populasi itu adalah untuk memperoleh informasi mengenai populasi tersebut, maka penting sekali diusahakan agar individu-individu yang dimasukkan ke dalam sampel merupakan contoh yang representasi sehingga benar-benar mewakili semua individu yang ada di dalam populasi. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitihan adalah cluster sampling, yaitu sampel dikelompokkan sesuai dengan karakteristiknya agar sesuai dengan tujuan penelitihan. Sesuai dengan pernyataan Arikunto (1992:107) bahwa jika jumlah subyeknya besar (lebih dari 100) dapat diambil antara 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih. Untuk itu jumlah sampeldalam penelitihan ini sejumlah 50% dari jumlah populasi atau kurang lebih 88 siswa ( responden)

  1. Metode Pengumpulan Data
Data merupakan suatu hal yang terpenting dalam suatu penelitian. Disamping itu dalam penelitian mengidentifikasikan setiap variable yang lebih kecil merupakan syarat mutlak bagi setiap penelitian. Karena semakin terperinci suatu variable semakin mudah teknik pengambilan data sehingga data semakin halus dan gambaran hasil semakin teliti.
Pengertian variable adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan dalam penelitian, juga sering dinyatakan sebagai factor yang berperan dalam peristiwa.
Maka dapat dikembangkan teknik pengambilan data sebagai berikut :
1.                  Angket
Dr. Kartini Kartono (1986:200) menyatakan angket adalah “suatu penyelidikan mengenai suatu masalah yang umumnya banyak menyangkut kepentingan umum yang dilakukan dengan jalan mengedarkan suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir secara tertulis kepada subyek untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan.” Dengan metode ini dimaksudkan untuk mengetahui atau menyimpulkan keadaan subyek dengan alas an sebagai berikut :
1.                   Tidak memerlukan hadirnya peneliti
2.                   Dapat dibagikan secaara serentak pada banyak responden.
3.                  Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatan masing-masing dan menurut waktu senggang responden.
4.                   Dapat dibuat anonym sehingga responden bebas, dan tidak malu-malu.
5.                   Dapat dibuat terstandard sehingga semua responden dapat diberi pertanyaan-pertanyaan yang sama (Arikunto, 1993:125).
Ringkasnya pengumpulan data melalui metode ini responden diminta keterangannya dengan jalan mengisi daftar pertanyaan dengan jawaban ya, kadang-kadang, atau tidak. Teknik ini dibuat berdasarkan pengembangan indicator dari variabel pengendalian emosi.

6.                   Interview
Dengan wawancara berarti melakukan melakukan tanya jawab baik secra langsung maupun tidak langsung dengan nara sumber. Metode ini dipakai sebagai penunjang terhadap metode angket dalam pengambilan data kebiasaan belajar. Dalam arti jika ada yang menurut peneliti masih diragukan kebenarannya maka perlu didekati dengan wawancara dengan narasumber dengan responden yang bersangkutan.

E.     Analisis Data
Data yang telah terkumpul akan kurang berarti bila hanya disajikan dalam bentuk mentah yang belum diolah, itulah sebabnya perlu diadakan pengolahan dan menganalisanya agar mempunyai arti. Setelah data terkumpul selanjutnya data tersebut dianalisa atau diolah, sebab bila tidak diolah akan tidak berguna.
Masalah mendasar yang ada hubungannya dengan analisa yang tepat ynag sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Karena dalam pengelompokkan rumus-rumus tersebut tetapi peril pula dipahami untuk setiap rumus yang dipilih. Sehingga benar-benar relevan dengan metode analisa datanya dengan test of respondence.

Pengujian Hipotesa
Hipotesa yang akan diuji dalam penelitian ini adalah hipotesa penelitian dimana hipotesa ini diubah menjadi hipotesa kerja yaitu (Hi) dan Hipotesa alternative yaitu (Ho) yang berbunyi :
Hi : ada hubungan antara variabel X dan Y
Ho : tidak ada hubungan antara variabel X dan Y
X = Keterbukaan Diri
Y =  Teman Sebaya



DAFTAR PUSTAKA
Samuel T. Gladding.2012.konseling Profesi yang menyeluruh, Jakarta Barat :  PT INDEKS
Jalaluddin Rakhmat,M.SC.1992.psikologi komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Syamsu Yusuf, LN. 2002. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Woolfolk Anita. 2009. Educational Psychology Active Learning Edition Edisi kesepuluh. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bungin, Burhan, 2007. SOSIOLOGI KOMUNIKASI Teori, Paradigma, dan Diskursus
Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta: Kencana

Morissan dan Corry Andy, 2009. TEORI KOMUNIKASI, Jakarta: Ghalia Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar